Jumat, 22 Mei 2020

Kejujuran dan Kepercayaan Saat Pandemi COVID-19


Oleh : immi. Nanda Garintralia K.



Beberapa waktu yang lalu, sempat popular isu tidak terbukanya pemerintah dalam mengungkap data pasien COVID-19. Akhirnya pemerintah mulai mengungkap data jumlah PDP dan ODP di situs resminya sejak 14 April 2020. Meski begitu, bagi masyarakat khususnya peneliti, hal tersebut masih kurang mengingat pemerintah tidak membuka data terkait jumlah PDP dan ODP yang meninggal. Padahal dalam pedoman terbaru yang ditetapkan oleh WHO, data kematian tekait COVID-19 mencakup pasien yang secara klinis memiliki gejala COVID-19 (PDP dan ODP) serta pasien terkonfirmasi positif COVID-19. Transparansi data perlu dilakukan karena menunjukkan skala pandemi sehingga dapat memprediksi waktu yang tepat untuk melakukan relaksasi. Data yang tidak transparan dapat menjadi salah satu faktor kepercayaan (trust) masyarakat terhadap pemerintah jadi menurun.

Gambar 1 Definisi Kematian Akibat COVID-19 (Sumber : WHO, 2020)
Pada lingkungan sosial, isu terkait penyaluran bantuan pemerintah di era pandemi yang
tidak tepat sasaran juga menjadi salah satu faktor kepercayaan dalam area komunal menurun.
Data tentang warga yang berhak mendapat bantuan antara pemerintah tingkat desa dengan data
pemerintah provinsi bisa jadi berbeda. Masyarakat bisa saling mencurigai akibat tidak meratanya
bantuan yang diterima.

Di sisi lain, kita juga kerap membaca berita tentang pasien positif COVID-19 yang tidak jujur
sehingga warga maupun tenaga medis yang kontak dengannya harus menjalani isolasi mandiri. Hal tersebut membuktikan bahwa kepercayaan dan kejujuran menjadi salah satu hal yang penting untuk bisa membangun relasi yang baik antar individu maupun kelompok. Kekuatan relasi, bergantung seberapa besar kepercayaan individu terhadap individu lain maupun dalam suatu komunitas. Rasa saling percaya dapat membangun komunikasi yang baik untuk bekerjasama dalam penanganan pandemi COVID-19. Hal tersebut dapat dimulai dari diri kita sendiri dengan berlaku jujur mengenai keluhan dan status kesehatan kita saat dilakukan pemeriksaan.

Pada tingkat komunal sendiri, dalam kasus bansos, harus terjadi transparansi data agar data
penerima bantuan yang dikirimkan ke pemerintah sesuai dengan kenyataan di lapangan. Edukasi
kepada masyarakat harus terus dilakukan agar tidak ada lagi berita pasien yang tidak mengaku
bahwa ia positif COVID-19. Selain itu, masyarakat harus taat peraturan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan saat pandemi, mengingat banyak beredar berita tentang pelanggaran PSBB.
Pada lingkup pemerintah, khususnya pemerintah pusat, keterbukaan data menjadi asupan dasar
yang digunakan oleh pakar epidemiologi untuk memprediksi kapan puncak pandemi terjadi dan
kapan waktu yang tepat untuk melakukan pelonggaran. Relaksasi atau pelonggaran tidak dapat
dilakukan bila rasio testing per seribu penduduk masih rendah. Peningkatan kapasitas testing perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut.

Indonesia juga perlu segera memiliki kurva epidemi agar bisa menentukan kebijakan lanjutan yang tepat untuk mengatasi pandemi. Pembuatan kurva epidemi menjadi sulit untuk dilakukan bila jarak waktu antara tes swab PCR dengan pengumuman hasil tes terlampau lama, sehingga masih perlu banyak perbaikan. Karena kunci dalam menanggulangi pandemi ini ada tiga yaitu test (Diagnosa), track (Penelusuran kontak pasien positif), dan treat (Pengobatan).


Rakyat dan pemerintah harus saling membangun komunikasi yang baik agar terjadi rasa saling
percaya dan tidak saling menyalahkan. Pendekatan kultural dapat dilakukan untuk meningkatkan
kepercayaan antar kedua belah pihak. Kebijakan pemerintah yang diterapkan tidak boleh saling
tumpang tindih antar sektor yang satu dengan sektor lainnya. Kebijakan terkait kesehatan
utamanya tentang penanganan pandemi COVID-19 harus lebih diprioritaskan daripada sektor
lainnya. Hal tersebut sejalan dengan pepatah yang dikemukakan oleh salah seorang filsuf Jerman, Schopenhauer, "Health is not everything, but without health, everything is nothing". Penanganan pandemi yang tepat dan cepat dapat memulihkan sektor lainnya dengan lebih cepat pula, khususnya sektor ekonomi.
Masyarakat harus dapat memilah informasi yang benar terkait COVID-19 agar tidak termakan hoax. Informasi mengenai COVID-19 harus disampaikan oleh orang-orang kompeten sesuai bidang keilmuan yang ditempuh. Jangan sampai terjadi kesalahpahaman akibat misinformasi yang diberikan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Wallahua'lam bi showab. Tetap patuhi protokol kesehatan, karena sudah teralu banyak nyawa yang menjadi korban akibat COVID-19. Semoga pandemi COVID-19 segera berakhir sehingga rakyat Indonesia dapat beraktivitas dengan normal kembali.


Tidak ada komentar: