Penggunaan antibodi monoklonal dalam rangka pencegahan penyakit
infeksi pada era ini dapat mengatasi banyak kekurangan terkait terapi serum dan
preparasi imunoglobulin intravena dalam hal spesifisitas, kemurnian, risiko
rendah pada kontaminasi patogen, dan keamanan. Antibodi monoklonal dapat
memberikan intervensi terapeutik yang efisien dengan terapi sangat spesifik
dalam melawan penyakit khusus. Beberapa tahun terakhir, banyak antibodi monoklonal
yang dikembangkan untuk melawan infeksi virus.
COVID-19 (Coronavirus
Disease 2019) menjadi pandemi pada tahun 2020. Penyakit tersebut disebabkan
oleh infeksi SARS-CoV-2 (Severe Acute
Respiratory Syndrome Coronavirus 2). Infeksi virus ini pertama kali
ditemukan pada bulan Desember 2019 di Wuhan, Provinsi Hubei, China.Terapi
antibodi pasif dapat digunakan untuk mengurangi pandemi COVID-19. Imunisasi
pasif dari antibodi dapat mengurangi replikasi virus dan keparahan penyakit.
Antibodi untuk imunoterapi pasif dapat diisolasi dari darah pasien terinfeksi
maupun diproduksi dalam laboratorium.
Coronaviruses (CoVs)
merupakan salah satu keluarga virus yang mempunyai genotipe dan fenotipe yang
bermacam-macam. CoV merupakan virus berselubung (envelope) yang berisi strain tunggal RNA-postitif. Genome virus
antara 27-32 kb yang dapat mengkode protein structural dan non-struktural.
Protein structural seperti membrane (M), envelope
(E), nukleokapsid (N) dan Spike (S)
mempunyai peran utama dalam proses replikasi dan masuknya virus.
Infeksi CoV dimulai dengan interaksi antara Receptor-Binding Domain (RBD) dari sub-unit S1 pada protein spike (S) dengan reseptor target pada permukaan sel inang seperti Angiotensin Converting Enzyme 2 (ACE2)
untuk SARS-CoV, serta dipeptidyl
peptidase-4 (DPP4) untuk MERS-CoV. Pilihan terapi efektif dalam melawan
SARS-CoV-2 dapat menggunakan obat antiviral spektrum luas atau dengan
menggunakan molekul spesifik yang dapat menginterupsi tahapan siklus hidup
virus atau dengan memblok perlekatan ikatan protein virus-reseptor sel inang
sehingga menghalangi virus untuk masuk ke dalam sel. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan inhibitor fusi peptida, antibodi monoklonal
penetral (anti SARS-CoV-2), antibodi monoklonal (anti ACE2), dan inhibitor
protease. Fragment of Antigen Binding (Fab)
dari antibodi monoklonal akan menetralkan virus dengan cara mengikat RBD padai
SARS-CoV-2 sehingga SARS-CoV-2 tidak dapat berikatan dengan reseptor target
pada sel inang.
Antibodi monoklonal (mAb) yang menarget protein spike pada SARS-CoV dan MERS-CoV
menunjukkan hasil menjanjikan baik secara in
vitro maupun in vivo sehingga
berpotensi efektif dalam melawan SARS-CoV-2. Guna pencegahan penyakit yang
efektif, kombinasi mAb yang berbeda dapat mendeteksi epitope berbeda pada
permukaan virus sehingga dapat menetralkan isolate virus secara luas termasuk escape mutants dan kandidat terbaik
dapat digunakan sebagai imunoterapi pasif. Epitope merupakan bagian dari
antigen (dalam hal ini antigen virus) yang dapat dikenali antibodi. Beberapa
contoh mAb untuk SARS-CoV yaitu 80R, CR3014, CR3022, F26G18, F26G19, m396, IA9,
201, 68, 4D4 dan S230. Beberapa contoh mAb untuk infeksi MERS-CoV yaitu MERS-4,
MERS-27, 4C2, m336, G4, D12, JC57-14, MERS-GD27, MERS-GD33, LCA 60, MCA1,
CDC2-C2, 7D10 dan G2.
Sumber :
Shanmugaraj, Balamurugan., Konlavat Siriwattananon, Kittikhun
Wangkanont, Waranyoo Phoolcharoen. "Perspectives on monoclonal antibody
therapy as potential therapeutic intervention for Coronavirus disease-19
(COVID-19)". Asian Pac J Allergy Immunol 2020;38:10-18
DOI 10.12932/AP-200220-0773. http://apjai-journal.org/wp-content/uploads/2020/03/2.pdf
Oleh : Immi. Nanda Garintralia Kusnanto

Tidak ada komentar:
Posting Komentar